Fiqh Syafi'i Matan Abi Syuja

Kewajiban Kepada Mayit

Fatwa Ibnul Qoyyim Al Jauziyah

Do'a orang yang sedang marah

Fiqh Syafi'i Matan Abi Syuja

Shalat khauf dan Larangan Memakai Perhiasan Emas dan Sutera bagi laki-laki

Showing posts with label Kajian Ushl Fiqh. Show all posts
Showing posts with label Kajian Ushl Fiqh. Show all posts

Friday, September 19, 2014

Pembagian Hukum Wajib


Didalam kajian ushl fiqh, pembagian hukum taklifi wajib itu bisa menjadi beberapa macam dengan didasarkan pada beberapa hal misal seperti pembagian wajib atas dasar waktu pelaksanaannya, berdasarkan segi dzatiyah hukumnya, berdasarkan umum dan khususnya perintah dan bisa juga didasarkan pada ukuran perintahnya.

Pembagian wajib dari segi masa pelaksanaannya.
Dari segi masa pelaksanaanya wajib itu dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Mutlak
2. Ghair Mutlak

Wajib mutlak disini diartikan bahwa pelaksaan kewajiban perintah Allah tsb tidaklah dibatasi pada waktu tertentu saja. Contoh adalah misalnya pada kasus ketika seorang wanita yang mengalami menstruasi pada saat bulan Ramadhan yang menjadikan dirinya tidak bisa melakukan puasa, sehingga akibat dari adanya udzur akibat datang bulan menstruasi tsb maka dirinya diwajibkan untuk meng-qadha puasa. Dalam pelaksanaan qadha puasanya tersebut tidaklah terikat pada waktu atau dibatasi waktu tertentu saja. Sehingga memungkinkan qadha puasa nya bisa dilakukan saat kapanpun juga. Atau dalam hal kasus membayar kaffarat akibat melanggar sumpah yang mana dalam pelaksanaan kafarah tsb tidaklah dibatasi oleh waktu alias bisa kapan saja. 

Wajib ghair mutlak adalah wajib yang mana dalam pelaksanaan itu terikat waktu atau dalam pengerjaan kewajibannya tsb mempunyai batasan waktu. Dalam kajian ushl fiqh, wajib ghair mutlak tsb dibagi menjadi 2 macam lagi yaitu :
# wajib muwassa' ( wajib yang mempunyai batasan waktu yang luas )
# wajib mudhayyaq ( wajib yang batasan waktu yang sempit )

Contoh misalnya dalam pelaksanaan wajib ghair mutlak ini adalah pelaksanaan shalat fardhu 5 waktu, ketika misal seseorang sudah melaksanakan shalat pada waktu yang telah ditentukan  maka telah gugurlah kewajibannya, atau bisa dikatakan bahwa batasan waktu antar waktu shalat itu panjang, namun dalam pelaksanaan nya hanya membutuhkan waktu yang singkat sekitar 5 - 10 menit. Kemudian hajji, zakat fitrah, puasa Ramadhan dll.

Pembagian wajib berdasarkan dari segi tuntutannya.
Wajib yang dibagi berdasarkan segi tuntutannya itu dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Wajib 'muayyan
2. Wajib mukhayyar

Wajib mu'ayyan itu adalah kewajiban yang hanya mempunyai 1 tuntutan didalam pelaksanaanya dan sebagai contoh pelaksaan wajib ini adalah hampir semua syari'at yang membebani seorang muslim itu dikategorikan kepada mu'ayyan tsb. Atau bisa pula dikatakan bahwa wajib mu'ayyan tsb adalah kewajiban yang tidak mempunyai alternatif selain hanya bisa melaksanakan 1 tuntutan tsb saja.

Lain halnya dengan mukhayyar yang mana didalam pelaksanaan kewajibannya tsb mempunyai alternatif tuntutan yang bisa dilakukan. Sebagai contoh adalah seperti kejadian seorang Umar Bin Khattab dalam memperlakukan tawanan perang apakah mau dibebaskan ataukah ditawan dan meneriman tebusan untuk tawanan tsb.

Atau misal mengenai kaffarah sumpah yang bisa dilakukan dengan beberapa alternatif seperti dengan puasa 3 hari atau dengan memberi makan 10 orang miskin.

Pembagian wajib berdasarkan dari segi kadar / ukurannya.
Wajib yang didasarkan dari segi kadarnya tsb dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Wajib yang mempunyai ukuran / kadar tertentu dalam pelaksanaanya.
2. Wajib yang tidak mempunyai ukuran / kadar dalam pelaksanaanya.

Contoh wajib yang mempunyai ukuran tertentu adalah seperti kewajiban pada pembagian hukum waris yang berdasarkan ilmu faraidh, atau pembayaran zakat yang mempunyai takaran dan kadar tertentu. Sedangkan kewajiban yang tidak mempunyai ukuran tertentu adalah seperti infak, sedekah, kemudian dzikir yang tidak terikat pada waktu dan jumlah.

Pembagian wajib berdasarkan pelaksanaanya.
Wajib yang didasarkan pada pelaksanaanya ini dibagi menjadi 2 macam dan merupakan pembagian yang sangat masyhur dimasyarakat yaitu :
1. Wajib 'aini
2. Wajib kifayah.

Wajib 'aini adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu setiap muslim / mukallaf. Kewajiban ini lingkupnya hanya diberatkan pada individu masing-masing. Contohnya adalah pelaksanaan shalat, zakat atau semua ibadah yang bila mana ditinggal oleh individu tsb menjadikan si individu tsb menjadi berdosa atau tercela.

Namun lain halnya dengan wajib kifayah, yaitu kewajiban yang mana dalam pelaksanannya membutuhkan sekelompok muslim dalam pengerjaannya, yaitu misal seperti penguburan jenazah yang tinggal di suatu lingkungan. 





Tuesday, September 2, 2014

Pembagian Hukum Taklifi (Part 1 Wajib & Fardhu )




Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa hukum taklifi itu berada pada kisaran perintah, larangan dan takhyir / pilihan. Bentuk perintah dan larangan tersebut ada yang sifatnya pasti dan tidak pasti. Perintah yang menyatakan adanya kepastian maka dikategorikan sebagai wajib. Sedangkan perintah yang menunjukan suatu yang tidak pasti maka dikategorikan kepada yang namanya sunnah. Demikian juga dengan larangannya ada yang bentuknya pasti dan ada juga yang tidak. Larangan yang bentuknya pasti disebut sebagai haram, sedangkan larangan yang bentuknya tidak pasti maka disebut sebagai makruh. Dan yang disebut sebagai takhyir maka disebut sebagai mubah.

Berarti didalam hukum taklifi, pembagiannya menjadi 5 macam hukum yaitu :

1. Wajib
2. Sunnah / mandub
3. Mubah
4. Makruh
5. Haram

Pembagian hukum taklifi diatas berdasarkan pendapat jumhur ulama, namun berbeda halnya dengan pendapat dari Hanafiah yang menambahkan fardhu, makruh tanzih dan makruh tahrim. Sehingga pembagian hukum taklifi menurut hanafiah menjadi 7 hukum yaitu : 

1. Wajib
2. Sunnah / mandub
3. Mubah 
4. Makruh tanzih
5. Makruh tahrim
6. Haram
7. Fardhu

Kita bahas terlebih dahulu mengenai wajib. Menurut pendapat jumhur ulama, yang namanya wajib itu identik bahkan bisa dikatakan sama dengan yang namanya fardhu. Namun lain halnya dengan pendapat hanafiah yang mengatakan bahwa wajib dan fardhu itu adalah dua hukum yang berbeda secara teori.

Wajib menurut pendapat jumhur ulama adalah suatu perintah yang harus dikerjakan yang bilama tidak dikerjakan maka akan berdosa. Pengertiannya wajib disini sama dengan perintah fardhu dan lazim. Menurut sebagian ulama Ushl Fiqh, definisi dari wajib adalah " suatu perintah yang mana bila ditinggalkan akan mengakibatkan orangnya menjadi tercela".

Namun lain halnya didalam  hanafiah yang membedakan antara yang namanya wajib dan fardhu. Hanafiah berpendapat bahwa perbedaan antara fardhu dan wajib ini didasarkan pada perbedaan kalau fardhu didasarkan pada dalil qoth'i. Sedangkan wajib disebut sebagai suatu perintah yang didasarkan pada dalil yang sifatnya zhan / sangkaan.

Kita ambil contoh salah satu ayat dalam qur'an yaitu surah Al Muzamil ayat 20. 

فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ

Syafi'iyyah berpendapat bahwa yang dimaksud didalam ayat diatas adalah surah Al Fatihah yang wajib dibaca ketika sedang shalat. Karena dijelaskan didalam hadits-hadits yang lain bahwa rasul ketika shalat selalu membaca surah al fatihah.

Namun lain halnya dengan pendapat dari hanafiah yang mengatakan bahwa maksud ayat diatas itu adalah sifatnya umum dalam artian"baca surah yang mudah dari qu'an dengan tidak terbatas pada surah fatihah saja". Andai menggunakan kosakata fardhu dan wajib dalam menyikapi ayat diatas maka bisa dikatakan seperti dibawah ini kesimpulannya.

Syafi'iyyah berpendapat bahwa baca fatihah itu dikategorikan fardhu, sehingga orang yg tidak membaca fatihah akan dikatakan tidak sah shalatnya.

Namun sebaliknya hanafiah mengatakan bahwa jika ayat diatas ditujukan kepada fatihah maka baca fatihah didalam setiap shalat itu tidaklah dikategorikan fardhu, akan tetapi wajib. Dikarenakan bentuk perintahnya tidaklah pasti menunjukan bahwa yang dibaca itu mesti al fatihah. Dan inilah yang dinamakan dengan zhanni atau sangkaan dan bentuknya bukan qoth'i / jelas.  Sehingga bisa dikatakan bahwa orang yang tidak membaca fatihah didalam shalat itu tidaklah membatalkan shalat.



فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ


فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ


فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ

Wednesday, August 20, 2014

Hukum Syara' (Hukum Taklifi dan Wadh'i part 1)

 


Bismillaahirrahmaanirrahiimi.

Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Ghazali bahwa mengetahui hukum syara' adalah buah dari ilmu fiqh dan ushl fiqh. Sebelum melangkah lebih jauh, maka coba kita kembali bertanya apakah yang dimaksud dengan Ushl Fiqh dan Fiqh tersebut ?.

  • Ushl Fiqh meninjau hukum syara' dilihat dari segi metodologi / manhaj dan sumber-sumbernya.
  • Fiqh meninjau dari segi hasil penggalian hukum syara' yakni ketetapan Allah yang sifatnya iqtidha' (perintah dan larangan ), takhyir ( pilihan ) dan wadh'i ( sebab akibat ).
Iqtidha' adalah suatu tuntutan, baik yang sifatnya perintah untuk dikerjakan ataupun larangan untuk meninggalkannya. Misalnya hukum haram, menunjukan larangan yang pasti yang mesti ditinggalkan dan begitu juga dengan yang namanya wajib yang menunjukan untuk sesuatu yang sifatnya mesti dikerjakan.

Adapun yang dinamakan mengenai takhyir adalah suatu pilihan yang Allah berikan bebas kepada seorang mukallaf untuk mengerjakannya atau meninggalkannya seperti makan, tidur, bekerja dan semua hal yang dikerjakan manusia pada saat - saat tertentu yang mana Allah memang memerintahkan perbuatan tersebut namun dalam waktu pelaksanaan tidak ditentukan waktunya.

Wadh'i adalah bahwa Allah menghubungkan dua hal yang berkaitan dengan orang-orang mukallaf. Seperti pembagian harta warisan dengan sebab wafatnya seseorang.  Atau seperti hubungan seseorang mengambil air wudhu sebelum melakukan shalat. Hukum wadh'i ini bisa dikatakan sebagai hukum sebab akibat.

Kira-kira seperti diataslah pembahasan mengenai Fiqh yang berangkat dari sesuatu yang sifatnya perintah, larangan, pilihan dan sebab akibat.

Prof Muhammad Abu Zahra dalam bukunya yang berjudul Ushl Fiqh, membagi hukum syara' itu kepada 2 macam yaitu :

1.Hukum Taklifi, hukum tersebut mencakup pada yang namanya iqtidha' dan takhyir.  Jadi boleh dibilang bahwa cakupan ketika bicara mengenai hukum taklifi ini adalah seputar perintah, larangan dan pilihan. Contoh untuk hal yang sifatnya perintah adalah perintah shalat dan zakat dengan berdasar pada dalil dari surah Al Baqarah ayat 110. وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ

Untuk contoh yang sifatnya larangan adalah larangan riba atau larangan menguasai harta orang lain dengan cara yang batil. dengan mengambil contoh didalam surah Al Baqarah ayat 188. وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
Sedangkan untuk contoh takhyir atau pilihan adalah pada hadits rasulullaah yang menyatakan kebolehan berziarah kubur kuntu nahaytukum 'an ziyaarotil kubuuri ala fujuuruha. 
2. Hukum Wadh'i, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hukum yang timbul atas sebab hubungan 2 hal yang dinyatakan bahwa yang satu dikatakan sebagai sebab atau syarat atau penghalang bagi yang lain. 
Contoh yang dikatakan hukum atas suatu "sebab" adalah melakukan puasa 1 ramadhan dan berhari raya atas dasar sebab melihat hilal. Dalil contohnya adalah pada surah Al Baqarah ayat 185. فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ 
Untuk contoh hukum yang dikatakan muncul atas "syarat" adalah mengenai berwudhu sebelum mengerjakan shalat atau pembagian warisan dengan mensyaratkan bahwa mesti ada penyebab dan syarat yang ditimbulkannya terlebih dahulu. 

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
 Untuk postingan selanjutnya akan dibahas mengenai hukum taklifi dan wadh'i lebih dalam lagi..

وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-188-195.html#sthash.UzI1bF5h.dpuf
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ - See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-188-195.html#sthash.UzI1bF5h.dpuDan untuk contoh